Nama : Anggyansyah Arief
NIM : 20100420125
Kelas : D
TEORI AKUNTANSI
Teori keagenan (Agency theory)
Teori
keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang
dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori
keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan
adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yaitu investor dengan
pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer.
Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur
akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori ini merupakan
salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan
modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek
perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak
antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan
antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya
kepentingan yang saling bertentangan.
Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika
satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk
memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan agent dapat
mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information)
karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak
tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu
bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi
asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa
informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut,
agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan
keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.
Salah
satu cara yang di gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi
perilaku opportunistic manajemen adalah corporate governance. Prinsip-prinsip
pokok corporate governance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya
praktik good corporate governance adalah; transparansi (transparency),
akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), dan responsibilitas
(responsibility). Corporate
governance diarahkan untuk mengurangi asimetri informasi antara principal dan
agent yang pada akhirnya diharapkan dapat meminimalkan tindakan manajemen laba.
Kemudian, masalah keagenan juga akan timbul jika pihak
manajemen atau agen perusahaan tidak atau kurang memiliki saham biasa
perusahaan tersebut. Karena dengan keadaan ini menjadikan pihak manajemen tidak
lagi berupaya untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan dan mereka berusaha untuk
mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh pemegang saham. Cara yang
dilakukan pihak manajemen adalah dalam bentuk peningkatan kekayaan dan juga
dalam bentuk kesenangan dan fasilitas perusahaan. Dijelaskan dalam Jensen dan
Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan Brigham (1994), bahwa masalah
keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu; (1)antara pemegang saham
dan manajer, dan (2)antara pemegang saham dan kreditor. Jika suatu perusahaan
berbentuk perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka
dapat diasumsikan bahwa manajer–pemilik tersebut akan mengambil setiap tindakan
yang mungkin, untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam bentuk
peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas
eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka
mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian
saham perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera
timbul. Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi
untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya atas kekayaan
tersebut telah berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka. Atau
mungkin saja manajer menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah
fasilitas eksekutif, karena sebagian di antaranya akan menjadi beban pemegang
saham lainnya.
Konflik
antara pemegang saham dengan kreditur Kreditur menerima uang dalam jumlah
tetap dari perusahaan (bunga hutang),sedangkan pendapatan pemegang saham
bergantung pada besaran laba perusahaan.Dalam situasi ini, kreditur lebih
memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali utangnya, dan
pemegang saham lebih memperhatikankemampuan perusahaan untuk memperoleh kembalian
yang besar adalah melakukaninvestasi pada proyek ± proyek yang berisiko.
Apabila pelaksanaan proyek yang berisiko itu berhasil maka kreditur tidak
dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapiapabila proyek mengalami
kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugianakibat dari ketidakmampuan
pemegang saham untuk memenuhi kewajibannya.Untuk mengantisipasi kemungkinan
rugi, maka kreditur melakukan pembatasan penggunaan hutang oleh manajer.
Salah satu pembatasan adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk
investasi dalam proyek baru.Konflik antara pemegang saham dengan pihak
manajemenWalaupun telah dilakukan kontrak kerja yang sah antara pihak principal
dan agent,namun di sisi lain pihak agent memiliki pengetahuan yang lebih banyak
mengenai perusahaan
(full information)
dibandingkan dengan pengetahuan yang
dimiliki oleh pihak principal. Pengetahuan yang lebih banyak dimiliki oleh
pihak agentdibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal
ini membuatterbentuknya suatu asimetri information atau
asymetric information
.
Teori
Akuntansi Keuangan´ Agency Theory ´
Adanya
asimetri informasi ini menyebabkan kemungkinan munculnya konflik antara pihak
principal dan agent. Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi sifat
dasar manusia yaitu: (1) manusia pada umunya mementingkan diri sendiri (self
interest ),(2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang( bounded rationality ), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk
adverse).Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut menyebabkan bahwa
informasi yangdihasilkan manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan
reliabilitasnya dan dapatdipercaya tidaknya informasi yang disampaikan
(Muh.Arief Ujiyantho). Asimetriinformasi ini juga pada akhirnya dapat memberikan
kesempatan bagi para manajer untuk melakukan manajemen laba sebagai upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan pribadinya.
Jensen
dan Meckling dalam Isnanta (2008), menyatakan bahwa teori keagenan
mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.
Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi
kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan
untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena
itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang
saham. Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi
hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada
penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal
dan agen. Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar
dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak
keagenan. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor,
yaitu :
1. Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri
2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer berada didalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai perusahaan,sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering disebut disfunctional behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja perusahaan.
1. Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri
2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer berada didalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai perusahaan,sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering disebut disfunctional behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja perusahaan.
Salah satu hipotesis dalam teori ini adalah bahwa
manajemen dalam mengelolah perusahaan cenderung lebih mementingkan kepentingan
pribadinya daripada meningkatkan nilai perusahaan.
Contoh nyata yang dominan terjadi dalam kegiatan
perusahaan dapat disebabkan karena pihak agensi memiliki informasi keuangan
daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal
boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri
(self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power).
Contoh lain Agency theory sebenarnya juga dapat
dipahami dalam lingkup lembaga kemahasiswaan. Pengurus yang dipercayakan
menjadi perpanjangan tangan keluarga mahasiswa untuk mengelolah organisasi
menjadi agen yang idealnya mampu mengakomodasi semua kepentingan keluargaNamun,
terkadang pengurus lembaga kemahasiswaan tak mampu menjalankan ini dengan baik.
Kecenderungan pengurus lebih memilih melaksanakan kepengurusan sesuai dengan
keinginannya. Kepentingan keluarga menjadi terabaikan.
reveransi :
1. blog ahmad naruli ( teori keagenan )
2. makalah Gde Eka Pudja
3. makalah Rama Surayuda
4. www.asimetriinformasi.com
5. skripsi Indra dewi suryani ( UNDIP Semarang 2010 )
6. makalah Universitas 17 agustus 1945 fakultas ekonomi Samarinda